BAB I
A.
PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah ‘ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang
tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut
di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa. Filsafat adalah hasil daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan
integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu: ” hakikat tuhan, ”
hakikat alam semesta, dan ” hakikat manusia, serta sikap manusia sebagai
konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu
sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.
Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya
memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti.
Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui
observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis agar dapat ditemukan
hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat hukum-hukum yang bersifat
universal tersebut direfleksikan atau
dipikir secara kritis dengan tujuan
untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang
mendalam. Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu
pengetahuan sifatnya taat fakta,
objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek
kehidupan di samping membuka dan memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu
pengetahuan objeknya dibatasi,
misalnya Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat
objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas
secara filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang
hakikat. Apabila ilmu pengetahuan tujuannya
memperoleh data secara rinci untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat
tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila
ilmu pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka
filsafat datanya tidak perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah
hakekatnya, yang penting data itu dianalisis secara mendalam.
B. BIDANG
KAJIAN FILSAFAT
Bidang-bidang
kajian Filsafat, apabila digambarkan adalah sebagaimana bagan berikut:
Gambar 1: Bidang Kajian Filsafat
Sumber:
Noerhadi T. H. (1998) Diktat Kuliah Filsafat
Ilmu Pengetahuan.
Pascasarjana Universitas Indonesia.
C.
PENGERTIAN
ILMU
a. Hakikat
Ilmu
Ilmu Merupakan suatu
usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta
yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan
dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan
berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi,
eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain). Pemahaman bermakna ataupun sesuatu yang memberikan makna
kepada diri individu apabila datangnya sesuatu sumber yang dikatakan
berkaitan dengan sesuatu kajian ataupun memerlukan kefahaman.
b. Ciri-Ciri
Ilmu
· Ilmu
boleh dipertuturkan
· Ciri ini membezakan
ilmu dengan perasaan dan pengalaman. Contohnya, sesetengah "pengalaman
diri" seperti mimpi adalah sukar dipertuturkan melalui bahasa. Tetapi bagi
ilmu, ia haruslah sesuatu yang dapat dipertuturkan melalui bahasa.
· Ilmu mempunyai
nilai kebenaran
Sesuatu yang
digelar sebagai ilmu biasanya dianggap benar. Ciri ini membezakan pengucapan
ilmu dengan pengucapan sasastera yang biasanya mengandungi unsur-unsur tahayul.
· Ilmu adalah
objektif
Ciri ini
bermaksud bahawa ilmu adalah sesuatu yang tidak dapat diubah menurut keinginan
ataupun kesukaan seseorang individu.
· Ilmu diperolehi
melalui kajian
Ilmu adalah
hasil daripada kajian. Ia bukanlah sesuatu rekaan. Ilmu mengenai cara memeroleh
ilmu itu dikenali sebagai perkaedahan penyelidikan ilmiah
· Ilmu Sentiasa
berkembang
Ilmu adalah
sentiasa berada dalam proses pertambahan, pemantapan dan penyempurnaan.
D. PENGERTIAN
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu
pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling
berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang
bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995). Ilmu pengetahuan adalah seluruh
usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan
sekedar pengetahuan (knowledge),
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui
dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Hakekat ilmu pengetahuan dapat ditelusuri dari 4 (empat)
hal, yaitu:
1) Sumber
ilmu pengetahuan itu dari mana.
Sumber ilmu pengetahuan mempertanyakan dari mana ilmu
pengetahuan itu diperoleh. Ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman (emperi)
dan dari akal (ratio). Sehingga timbul faham atau aliran yang disebut
empirisme dan rasionalisme. Aliran empirisme yaitu faham yang menyusun teorinya
berdasarkan pada empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya David
Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704), Berkley. Sedang rasionalisme menyusun
teorinya berdasarkan ratio. Tokoh-tokoh aliran ini misalya Spinoza, Rene
Descartes. Metode yang digunakan aliran emperisme adalah induksi, sedang
rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah tokoh yang
mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.
2) Batas-batas
Ilmu Pengetahuan.
Menurut Immanuel Kant apa yang dapat kita tangkap dengan
panca indera itu hanya terbatas pada gejala atau fenomena, sedang substansi yang ada di dalamnya tidak dapat kita
tangkap dengan panca indera disebut nomenon.
Apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu adalah penting, pengetahuan
tidak sampai disitu saja tetapi harus lebih dari sekedar yang dapat ditangkap
panca indera.
Yang dapat kita ketahui atau dengan kata lain dapat kita
tangkap dengan panca indera adalah hal-hal yang berada di dalam ruang dan waktu.
Yang berada di luar ruang dan waktu adalah di luar jangkauan panca indera kita,
itu terdiri dari 3 (tiga) ide regulatif: 1) ide kosmologis yaitu tentang
semesta alam (kosmos), yang tidak dapat kita jangkau dengan panca indera, 2)
ide psikologis yaitu tentang psiche
atau jiwa manusia, yang tidak dapat kita tangkap dengan panca indera, yang
dapat kita tangkap dengan panca indera kita adalah manifestasinya misalnya
perilakunya, emosinya, kemampuan berpikirnya, dan lain-lain, 3) ide teologis
yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam.
3) Strukturnya.
Yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki
kesadaran. Yang ingin kita ketahui adalah objek, diantara kedua hal tersebut
seakan-akan terdapat garis demarkasi yang tajam. Namun demikian sebenarnya
dapat dijembatani dengan mengadakan dialektika.
Jadi sebenarnya garis demarkasi tidak tajam, karena apabila dikatakan subjek
menghadapi objek itu salah, karena objek itu adalah subjek juga, sehingga dapat
terjadi dialektika.
4) Keabsahan.
Keabsahan ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria
bahwa ilmu pengetahuan itu sah berarti membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu
nilai (axiologi), dan kebenaran itu adalah suatu relasi. Kebenaran adalah
kesamaan antara gagasan dan kenyataan. Misalnya ada korespondensi yaitu persesuaian
antara gagasan yang terlihat dari pernyataan yang diungkapkan dengan realita.
Terdapat 3 (tiga) macam teori untuk mengungkapkan
kebenaran, yaitu:
a) Teori
Korespondensi, terdapat persamaan atau persesuaian antara gagasan dengan
kenyataan atau realita.
b) Teori
Koherensi, terdapat keterpaduan antara gagasan yang satu dengan yang lain.
Tidak boleh terdapat kontradiksi antara rumus yang satu dengan yang lain.
c) Teori
Pragmatis, yang dianggap benar adalah yang berguna. Pragmatisme adalah tradisi
dalam pemikiran filsafat yang berhadapan dengan idealisme, dan realisme. Aliran
Pragmatisme timbul di Amerika Serikat. Kebenaran diartikan berdasarkan teori
kebenaran pragmatisme.
BAB II
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT, ILMU DAN ILMU PENGETAHUAN
2.1 HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT DAN ILMU
PENGETAHUAN
Untuk melihat hubungan antara ilmu, filsafat dan ilmu pengetahuan, ada baiknya
kita lihat pada perbandingan antara ilmu, filsafat dan ilmu pengetahuan dalam bagan di
bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)
Ilmu
|
Filsafat
|
Ilmu Pengetahuan
|
Segi-segi yang dipelajari dibatasi
agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti
|
Mencoba merumuskan pertanyaan atas
jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya
bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan
|
Ilmu
pengetahuan adalah penguasaan lingkungan hidup manusia.
|
Obyek penelitian yang terbatas
|
Keseluruhan yang ada
|
Ilmu
pengetahuan adalah kajian tentang dunia material.
|
Tidak menilai obyek dari suatu sistem
nilai tertentu.
|
Menilai obyek renungan dengan suatu
makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb.
|
Ilmu pengetahuan adalah definisi
eksperimental
|
Bertugas memberikan jawaban
|
Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu
|
Ilmu
pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari
pengamatan empiris
|
2.2 PERSAMAAN ANTARA ILMU, FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN
Ketiganya mencari
rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai
keakar-akarnya.
|
Ketiganya memberikan
pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian
yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebanya.
|
Ketiganya hendak
memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
|
Ketiganya mempunyai
metode dan sitem.
|
Ketiganya hendak
memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia
(objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.
|
2.3 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT DAN ILMU
PERSAMAAN:
PERSAMAAN:
- Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya sampai ke-akar-akarnya
- Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-akibatnya
- Keduanya hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan
- Keduanya mempunyai metode dan sistem
- Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia [obyektivitas], akan pengetahuan yang lebih mendasar.
PERBEDAAN:
- Obyek material [lapangan]
filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yang ada
[realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat
khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang
masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat
tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu
Obyek formal [sudut pandangan] filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita - Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainnya
- Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu
- Filsafat memberikan penjelasan yang terakhri, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar [primary cause] sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder [secondary cause]
2.4 Beda Ilmu Pengetahuan dan Pengetahuan
Ilmu pengetahuan (science) mempunyai pengertian
yang berbeda dengan pengetahuan (knowledge atau dapat juga disebut common
sense). Orang awam tidak memahami atau tidak menyadari bahwa ilmu
pengetahuan itu berbeda dengan pengetahuan. Bahkan mugkin mereka menyamakan dua
pengertian tersebut. Tentang perbedaan antara ilmu pengetahuan dan pengetahuan
akan dicoba dibahas disini.
Mempelajari apa itu ilmu pengetahuan itu berarti
mempelajari atau membahas esensi atau hakekat ilmu pengetahuan. Demikian pula
membahas pengetahuan itu juga berarti membahas hakekat pengetahuan. Untuk itu
kita perlu memahami serba sedikit Filsafat Ilmu Pengetahuan. Dengan mempelajari
Filsafat Ilmu Pengetahuan di samping akan diketahui hakekat ilmu pengetahuan
dan hakekat pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam suatu ilmu yang
spesifik sehingga makin menyempit dan eksklusif. Dengan mempelajari filsafat
ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan) yang luas, sehingga kita
dapat menghargai ilmu-ilmu lain, dapat berkomunikasi dengan ilmu-ilmu lain.
Dengan demikian kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara
interdisipliner. Sebelum kita membahas hakekat ilmu pengetahuan dan
perbedaannya dengan pengetahuan, terlebih dahulu akan dikemukakan serba sedikit
tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.
a. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Mempelajari sejarah ilmu pengetahuan itu penting,
karena dengan mempelajari hal tersebut kita dapat mengetahui tahap-tahap
perkembangannya. Ilmu pengetahuan tidak langsung terbentuk begitu saja, tetapi
melalui proses, melalui tahap-tahap atau periode-periode perkembangan.
a)
Periode
Pertama (abad 4 sebelum Masehi)
Perintisan
“Ilmu pengetahuan” dianggap dimulai pada abad 4 sebelum Masehi, karena
peninggalan-peninggalan yang menggambarkan ilmu pengetahuan diketemukan mulai
abad 4 sebelum Masehi. Abad 4 sebelum Masehi merupakan abad terjadinya pergeseran
dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari dongeng-dongeng ke analisis
rasional. Contoh persepsi mitos adalah pandangan yang beranggapan bahwa
kejadian-kejadian misalnya adanya penyakit atau gempa bumi disebabkan perbuatan
dewa-dewa. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi
logos adalah pandangan yang bersifat rasional. Dalam persepsi mitos, dunia atau
kosmos dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan magis, mistis. Atau dengan kata
lain, dunia dijelaskan oleh faktor-faktor luar (eksternal). Sedang dalam
persepsi rasional, dunia dianalisis dari faktor-faktor dalam (internal). Atau
dengan kata lain, dunia dianalisis dengan argumentasi yang dapat diterima
secara rasional atau akal sehat. Analisis rasional ini merupakan perintisan
analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan ilmiah.
Pada periode ini tokoh yang terkenal adalah Aristoteles.
Persepsi Aristoteles tentang dunia adalah sebagai berikut: dunia adalah
ontologis atau ada (eksis). Sebelum Aristoteles dunia dipersepsikan tidak
eksis, dunia hanya menumpang keberadaan dewa-dewa. Dunia bukan dunia riil, yang
riil adalah dunia ide. Menurut Aristoteles, dunia merupakan substansi, dan ada
hirarki substansi-substansi. Substansi adalah sesuatu yang mandiri, dengan
demikian dunia itu mandiri. Setiap substansi mempunyai struktur ontologis.
Dalam struktur terdapat 2 prinsip, yaitu:
1) Akt:
menunjukkan prinsip kesempurnaan (realis); 2) Potensi: menunjukkan prinsip kemampuannya,
kemungkinannya (relatif). Setiap benda sempurna dalam dirinya dan mempunyai
kemungkinan untuk mempunyai kesempurnaan lain. Perubahan terjadi bila potensi
berubah, dan perubahan tersebut direalisasikan.
Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awal
dari perintisan “ilmu pengetahuan” adalah hal-hal sebagai berikut:
1)
Hal
Pengenalan
Menurut Aristoteles terdapat dua macam pengenalan,
yaitu: (1) pengenalan
inderawi; (2) pengenalan rasional. Menurut Aristoteles, pengenalan inderawi
memberi pengetahuan tentang hal-hal yang kongkrit dari suatu benda.
Sedang pengenalan rasional dapat mencapai hakekat sesuatu, melalui jalan
abstraksi.
2)
Hal
Metode
Selanjutnya,
menurut Aristoteles, “ilmu pengetahuan” adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsip
atau hukum-hukum bukan objek-objek eksternal atau fakta. Penggunaan
prinsip atau hukum berarti berargumentasi (reasoning). Menurut
Aristoteles, mengembangkan “ilmu pengetahuan” berarti mengembangkan
prinsip-prinsip, mengembangkan “ilmu pengetahuan” (teori) tidak terletak pada
akumulasi data tetapi peningkatan kualitas teori dan metode.
Selanjutnya, menurut Aristoteles, metode untuk mengembangkan “ilmu pengetahuan”
ada dua, yaitu: (1) induksi intuitif yaitu mulai dari fakta untuk
menyusun hukum (pengetahuan universal); (2) deduksi (silogisme)
yaitu mulai dari pengetahuan universal menuju fakta-fakta.
b)
Periode
Kedua (abad 17 sesudah Masehi)
Pada periode yang kedua ini terjadi
revolusi ilmu pengetahuan karena adanya perombakan total dalam cara berpikir.
Perombakan total tersebut adalah sebagai berikut:
Apabila Aristoteles cara berpikirnya
bersifat ontologis rasional, Gallileo Gallilei (tokoh pada awal abad 17
sesudah Masehi) cara berpikirnya bersifat analisis yang dituangkan dalam
bentuk kuantitatif atau matematis. Yang dimunculkan dalam
berfikir ilmiah Aristoteles adalah berpikir tentang hakekat, jadi
berpikir metafisis (apa yang berada di balik yang nampak atau apa yang
berada di balik fenomena).
Abad 17 meninggalkan cara berpikir metafisi dan beralih
ke elemen-elemen yang terdapat pada sutau benda, jadi tidak
mempersoalkan hakikat. Dengan demikian bukan substansi tetapi elemen-elemen
yang merupakan kesatuan sistem. Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu
model yaitu memasukkan unsur makro menjadi mikro, mengkonstruksi suatu
model yang dapat diuji coba secara empiris, sehingga memerlukan adanya
laboratorium. Uji coba penting, untuk itu harus membuat eksperimen. Ini berarti
mempergunakan pendekatan matematis dan pendekatan eksperimental. Selanjutnya
apabila pada jaman Aristoteles ilmu pengetahuan bersifat ontologis, maka sejak
abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat yaitu jelas
dan terpilah-pilah (clearly and distinctly) serta disatu
pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi.
Prinsip jelas dan terpilah-pilah dapat dilihat dari pandangan Rene Descartes
(1596-1650) dengan ungkapan yang terkenal, yaitu Cogito Ergo Sum, yang artinya karena aku berpikir maka aku ada.
Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah
sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Suatu yang pasti
adalah jelas dan terpilah-pilah. Menurut Descartes pengetahuan tentang sesuatu
bukan hasil pengamatan melainkan hasil pemeriksaan rasio (dalam Hadiwijono,
1981). Pengamatan merupakan hasil kerja dari indera (mata, telinga, hidung, dan
lain sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur, karena ini sama dengan
pengamatan binatang. Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita
harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Pangkal
pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui keragu-raguan.
Keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini berada di samping materi.
Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak lain
berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant
(1724-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu bukan merupakan
pangalaman terhadap fakta, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio.
Agar dapat memahami pandangan Immanuel Kant tersebut
perlu terlebih dahulu mengenal pandangan rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti
unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisme
menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal
dari pengalaman. Menurut Immanuel Kant, baik rasionalisme maupun empirisme
dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia
merupakan keterpaduan atau sintesa antara unsur-unsur apriori dengan
unsur-unsur aposteriori (dalam Bertens, 1975). Oleh karena itu Kant berpendapat
bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
Sehingga dapat dikatakan menurut Kant ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman,
tetapi hasil konstruksi oleh rasio.
Inilah pandangan Rene Descartes dan
Immanuel Kant yang menolak pandangan Aristoteles yang bersifat ontologis dan
metafisis. Banyak tokoh lain yang meninggalkan pandangan Aristoteles, namun
dalam makalah ini cukup mengajukan dua tokoh tersebut, kiranya cukup untuk
menggambarkan adanya pemikiran yang revolusioner dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
b. Perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Pengetahuan
Terdapat beberapa definisi ilmu pengetahuan, di antaranya
adalah:
a) Ilmu
pengetahuan adalah penguasaan lingkungan hidup manusia.
Definisi ini tidak diterima karena mencampuradukkan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
b) Ilmu
pengetahuan adalah kajian tentang dunia material.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak terbatas
pada hal-hal yang bersifat materi.
c) Ilmu
pengetahuan adalah definisi eksperimental.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak hanya
hasil/metode eksperimental semata, tetapi juga hasil pengamatan, wawancara.
Atau dapat dikatakan definisi ini tidak memberikan tali pengikat yang kuat
untuk menyatukan hasil eksperimen dan hasil pengamatan (Ziman J.
dalam Qadir C.A., 1995).
d) Ilmu
pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari
pengamatan empiris.
Definisi mempergunakan metode induksi yaitu membangun
prinsip-prinsip umum berdasarkan berbagai hasil pengamatan. Definisi ini
memberikan tempat adanya hipotesa, sebagai ramalan akan hasil pengamatan
yang akan datang. Definisi ini juga mengakui pentingnya pemikiran spekulatif
atau metafisik selama ada kesesuaian dengan hasil pengamatan. Namun
demikian, definisi ini tidak bersifat hitam atau putih. Definisi ini tidak
memberi tempat pada pengujian pengamatan dengan penelitian lebih lanjut.
Kebenaran yang disimpulkan dari hasil pengamatan empiris
hanya berdasarkan kesimpulan logis berarti hanya berdasarkan kesimpulan akal
sehat. Apabila kesimpulan tersebut hanya merupakan akal sehat, walaupun itu
berdasarkan pengamatan empiris, tetap belum dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan
tetapi masih pada taraf pengetahuan. Ilmu pengetahuan bukanlah hasil
dari kesimpulan logis dari hasil pengamatan, namun haruslah merupakan kerangka
konseptual atau teori yang memberi tempat bagi pengkajian dan pengujian secara
kritis oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian diterima
secara universal. Ini berarti terdapat adanya kesepakatan di antara para
ahli terhadap kerangka konseptual yang telah dikaji dan diuji secara kritis
atau telah dilakukan penelitian akan percobaan terhadap kerangka konseptual
tersebut.
Berdasarkan pemahaman tersebut maka pandangan yang
bersifat statis ekstrim, maupun yang bersifat dinamis ekstrim harus kita
tolak. Pandangan yang bersifat statis ekstrim menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan merupakan cara menjelaskan alam semesta di mana kita hidup. Ini
berarti ilmu pengetahuan dianggap sebagai pabrik pengetahuan. Sementara
pandangan yang bersifat dinamis ekstrim menyatakan ilmu pengetahuan merupakan
kegiatan yang menjadi dasar munculnya kegiatan lebih lanjut. Jadi ilmu
pengetahuan dapat diibaratkan dengan suatu laboratorium. Bila kedua pandangan
ekstrim tersebut diterima, maka ilmu pengetahuan akan hilang musnah, ketika
pabrik dan laboratorium tersebut ditutup.
Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta
alam atau kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi
merupakan teori, prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip,
atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip,
atau dalil baru. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai
berikut:
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka
konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan
dan pengamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut
(Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995). Pengertian percobaan di sini adalah
pengkajian atau pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan
penelitian (pengamatan dan wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen).
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Dalam
common sense informasi tentang suatu fakta jarang disertai penjelasan
tentang mengapa dan bagaimana. Common sense tidak melakukan
pengujian kritis hubungan sebab-akibat antara fakta yang satu dengan
fakta lain. Sedang dalam science di samping diperlukan uraian yang sistematik,
juga dapat dikontrol dengan sejumlah fakta sehingga dapat dilakukan
pengorganisasian dan pengklarifikasian berdasarkan prinsip-prinsip atau
dalil-dalil yang berlaku.
2) Ilmu
pengetahuan menekankan ciri sistematik.
Penelitian ilmiah bertujuan untuk mendapatkan prinsip-prinsip yang mendasar
dan berlaku umum tentang suatu hal. Artinya dengan berpedoman pada teori-teori
yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, penelitian baru
bertujuan untuk menyempurnakan teori yang telah ada yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Sedang common sense tidak memberikan penjelasan
(eksplanasi) yang sistematis dari berbagai fakta yang terjalin. Di samping itu,
dalam common sense cara pengumpulan data
bersifat subjektif, karena common sense sarat dengan
muatan-muatan emosi dan perasaan.
3) Dalam
menghadapi konflik dalam kehidupan, ilmu pengetahuan menjadikan konflik sebagai
pendorong untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan berusaha untuk mencari, dan mengintroduksi pola-pola
eksplanasi sistematik sejumlah fakta untuk mempertegas aturan-aturan. Dengan
menunjukkan hubungan logis dari proposisi yang satu dengan lainnya, ilmu
pengetahuan tampil mengatasi konflik.
4) Kebenaran
yang diakui oleh common sense bersifat tetap, sedang kebenaran dalam
ilmu pengetahuan selalu diusik oleh pengujian kritis. Kebenaran dalam ilmu
pengetahuan selalu dihadapkan pada pengujian melalui observasi maupun
eksperimen dan sewaktu-waktu dapat diperbaharui atau diganti.
5) Perbedaan
selanjutnya terletak pada segi bahasa yang digunakan untuk memberikan
penjelasan pengungkapan fakta. Istilah dalam common sense biasanya
mengandung pengertian ganda dan samar-samar. Sedang ilmu pengetahuan merupakan
konsep-konsep yang tajam yang harus dapat diverifikasi secara empirik.
6) Perbedaan
yang mendasar terletak pada prosedur.
Ilmu pengetahuan berdasar pada metode ilmiah.
Dalam ilmu pengetahuan alam (sains), metoda yang dipergunakan adalah
metoda pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedang ilmu sosial
dan budaya juga menggunakan metode pengamatan, wawancara, eksperimen,
generalisasi, dan verifikasi. Dalam common sense cara mendapatkan
pengetahuan hanya melalui pengamatan dengan panca indera.
Dari berbagai uraian berdasarkan pandangan
tokoh-tokoh tersebut dapatlah dikatakan: ilmu pengetahuan adalah kerangka
konseptual atau teori uang saling berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan
pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang
yang sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal.
Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan
yang bersifat tetap, karena tidak memberikan tempat bagi pengkajian dan
pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan demikian tidak bersifat
sistematik dan tidak objektif serta tidak universal.
BAB III
HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA
Ada
yang mengatakan bahwa antara ilmu, filsafat dan agama memiliki hubungan. Namun
demikian, tidak menafikan terhadap pandangan bahwa satu sama lain merupakan
‘sesuatu’ yang terpisah; di mana ilmu lebih bersifat empiris, filsafat
lebih bersifat ide dan agama lebih bersifat keyakinan. Menurut
Muhammad Iqbal dalam Recontruction of Religious Thought in Islam
sebagaimana dikutip Asif Iqbal Khan (2002), “Agama bukan hanya usaha untuk
mencapai kesempurnaan, bukan pula moralitas yang tersentuh emosi”. Bagi Iqbal,
agama dalam bentuk yang lebih modern, letaknya lebih tinggi dibandingkan puisi.
Agama bergerak dari individu ke masyarakat. Dalam geraknya menuju pada realitas
penting yang berlawanan dengan keterbatasan manusia. Agama memperbesar klaimnya
dan memegang prospek yang merupakan visi langsung realitas. (Asif Iqbal Khan, Agama,
Filsafat, Seni dalam Pemikiran Iqbal, 2002: 15)
Menurut Asif (2002: 16), sekalipun diekspresikan dalam
jargon filsafat kontemporer, tetapi mempunyai tujuan yang sama dengan para
ilmuwan Islam pada abad pertengahan yaitu menyeimbangkan agama di satu pihak
dengan ilmu pengetahuan modern dan filsafat utama sebagaimana tertuang dalam
pendahuluan buku rekonstruksinya, yaitu “untuk merekonstruksi filsafat
religious Islam sehubungan dengan tradisi filsafat Islam dan perkembangan lebih
lanjut berbagai bidang ilmu pengetahuan manusia”. Iqbal menegaskan dengan optimis,
“waktunya sudah dekat bagi agama dan ilmu pengetahuan untuk membentuk suatu
harmoni yang tidak saling mencurigai satu sama lain”.
Untuk lebih adilnya dalam menilai hubungan ketiganya, patut
dicermati pandangan Endang Saifuddin Anshari (Ilmu, Filsafat dan Agama, 1979)
yang menyebutkan di samping adanya titik persamaan, juga adanya titik perbedaan
dan titik singgung. Baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan
(sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu
pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan
manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran,
baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan
karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang
dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. (Endang Saifuddin
Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, 1979: 169)
Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil
dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous,
rede, vertand, vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah.
Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset,
research), pengalaman (empirik) dan percobaan. Filsafat menghampiri
kebenaran dengan cara mengembarakan atau mengelanakan akal budi secara radikal
dan integral serta universal tidak merasa terikat dengan ikatan
apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika. Kebenaran
ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat
ini), sedangkan kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan
yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental).
Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat bersifat nisbi (relatif),
sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah
wahyu yang di turunkan Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak dan Maha Sempurna.
Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau
tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.
Adapun titik singgung, adalah perkara-perkara yang mungkin tidak dapat dijawab
oleh masing-masingnya, namun bisa dijawab oleh salah satunya. Gambarannya, ada
perkara yang dengan keterbatasan ilmu pengetahuan atau spekulatifnya akal, maka
keduanya tidak bisa menjawabnya. Demikian pula dengan agama, sekalipun agama
banyak menjawab berbagai persoalan, namun ada persoalan-persoalan manusia yang
tidak dapat dijawabnya. Sementara akal budi, mungkin dapat menjawabnya.
Hemat penulis, ketiga-tiganya memiliki hubungan dan tidak perlu
dibenturkan satu sama lain selama diyakini bahwa ilmu manusia memiliki keterbatasan.
Demikian pula dengan filsafat, selama difahami sebagai proses berfikir
bukan sebagai penentu. Adapun agama dapat diyakini, selama dapat dibuktikan
dengan dalil-dalil yang dapat dipertangung jawabkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Baktiar,
Amsal. 2004. Filsafat ilmu. Jakarta; PT
RajaGrafindo Persada
Basuki, H. 2006.Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan Dan Budaya.
Visit My Blog
BalasHapusBlogStoc.com